Berita
tentang perebutan batas wilayah bukanlah hal yang baru.Kasus tersebut
sangat sering terjadi,baik di tingkat desa,kecamatan,hingga negara.
Masih
hangat dalam benak kita,kasus perebutan wilayah ambalat antara
indonesia dengan malaysia,kesenian indonesia seperti reog ponorogo
yang sukses di akui sebagai milik malaysia,lagu daerah 'rasa sayange'
dan lain-lain.
Hal yang
sama juga terjadi di kota jambi.Perebutan wilayah pulau berhala
antara propinsi jambi dengan propinsi Kepulauan riau juga tak dapat di
hindari.
Pihak
propinsi jambi mengatakan bahwa pulau berhala sudah turun temurun
menjadi tanah melayu jambi sesuai dengan nama tokoh jambi,Datuk
Berhalo.Sebaliknya pihak Kepulauan Riau juga bersikeras bahwa pulau
berhala adalah bagian dari wilayah mereka karena masyarakat di
sekitar pulau berhala lebih cenderung memilih kepri sebagai bagian
hidup mereka.Tidah hanya itu,setiap pihak memiliki bukti-bukti yang kuat sebagai dasar kepemilikan mereka terhadap pulau berhala.Setelah melalui proses perundingan yang panjang akhirnya
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pulau berhala menjadi milik
kepri.
Yang
lebih menarik dan menjadi perhatian ku adalah ternyata perebutan
tapal batas tersebut juga terjadi di desa ku beberapa waktu yang
lalu.Fenomena inilah yang memotivasi ku untuk menuliskannya di
blog,menganalisanya secara objektif dari sudut pandangku sebagai
seorang warga..
Desa
ku,Olak R*mbahan (OR) berbatasan langsung dengan desa Ka*s (K).Kedua desa tersebut terletak di kecamatan pemayung,kabupaten batanghari,jambi.Sebenarnya
warga antara kedua desa ini masih banyak yang saling bersaudara.Itu
artinya,Banyak warga di desa K yang mempunyai saudara di desa OR.Dari
sisi perekonomian kedua desa itu sebenarnya juga saling membutuhkan.
Aku sebagai salah satu warga desa OR justru menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di desa K yang notabene merupakan tetangga
desaku.Pada saat itu antar warga kedua desa juga saling menghargai
satu sama lain.Ini membuktikan kerukunan antar kedua desa tersebut
begitu terjaga.
Namun saat
yang tidak di inginkan itupun tiba...fenomena perebutan tapal batas telah menghancurkan
nilai-nilai sosial yang selama ini sudah di bangun.Sikap sopan
santun,tata krama,senyuman,sempat menjadi hal yang langka.Rasa
persaudaraan sempat terancam,ketika sikap merasa paling benar
menguasai diri setiap warga.
Di
tambah lagi semangat persatuan yang di salah artikan.Warga desa
merasa terpanggil untuk saling mempertahankan hak batas desa
nya.Puncaknya,beberapa warga dari salah satu desa sepakat melakukan sabotase dengan cara memutus jalan
penghubung kedua desa tersebut.Ini sudah kriminal namanya.Apabila di
biarkan bukan hal yang mustahil kasus ini akan menjadi lebih besar
lagi.Untuk
mengatasi hal tersebut upaya mediasi antar warga kedua desa sudah
beberapa kali di lakukan namun sepertinya menemui jalan buntu.
Yang
menjadi pemikiranku saat ini,upaya yang belum selesai dan masih
menemui jalan buntu tersebut bisa saja menjadi bumerang di kemudian
hari.Sewaktu-waktu kasus tersebut bisa saja timbul.Oleh
karena itu perlu di bangun kesadaran dari setiap warga tentang apa
yang sebenarnya menjadi hak dan kewajiban sebagai warga desa.Dan,yang
lebih penting lagi adalah penjelasan tentang dampak negatif yang akan
timbul dari kasus perebutan tapal batas tersebut.
Aku
sebagai salah satu warga berfikir mengapa hal ini harus
terjadi.Tidak sadarkah kita dengan dampak negatif yang akan timbul
jika kasus ini di biarkan berlarut-larut?.Mengenai
tapal batas yang pada akhirnya nanti lebih memperluas peta desa OR
atau peta desa K itu bukanlah menjadi pokok masalah.Yang perlu di pikirkan adalah kesejahteraan warga harus tetap di utamakan.Bukankah
lebih baik wilayah tersebut menjadi milik desa tetangga,asalkan
sumber daya alam di perbatasan itu di olah secara maksimal dan
warganya pun bisa hidup lebih sejahtera???.
Kita
ambil analogi dengan kasus yang terjadi antara jambi dan kepri.Untuk
apa pulau berhala menjadi milik kita,masyarakat jambi,jika warga dan
sumber daya alam yang ada di pulau berhala tidak kita
perhatikan.Lebih baik pulau berhala menjadi milik kepri yang penting
kehidupan warga yang tinggal di pulau berhala lebih
sejahtera.Bukankah demikian?
Memang
tidak kita pungkiri,kebanyakan dari kita mengidap penyakit akut
tentang egoisme dalam bermasyarakat sejak kecil.Di tambah lagi
sikap serakah dari berbagai pihak,seperti oknum pemerintah yang rela
mengorbankan warganya demi keuntungan pribadi.bahkan oknum tersebut
bisa saja datangnya dari sebagian warga masyarakat itu sendiri.
Prinsip
semua harus menjadi milik kita,Hak lebih kita utamakan daripada
menjalankan kewajiban,itulah penyakit sebagian dari kita selama
ini.Jika wilayah yang kita miliki sudah luas,pada akhirnya kita
sendiri tak mampu mengolahnya.Jika di ambil orang lain untuk di
manfaatkan baru kita kelabakan,merasa di dzolimi,dsb.Akhirnya
sifat kita yang merasa paling benar menimbulkan gesekan negatif dalam
hidup bermasyarakat.dan ini terbukti dengan kejadian tersebut.
Jadi,menurut
hematku adalah bukan seberapa luas desa kita,bukan karena faktor
turun temurun kita tinggal di sana lalu kita perjuangkan agar tetap
menjadi tanah desa kita,tetapi yang lebih penting adalah bagaimana
caranya warga desa yang tinggal di perbatasan lebih sejahtera
hidupnya.Kerjasama yang sinergis antar kedua desa untuk saling
memajukan warganya itu yang seharusnya di utamakan.
Kita
sebagai warga sebaiknya jangan gampang terprovokasi oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab.Sebaiknya introfeksi diri kita ,apakah sudah
menjadi warga desa yang baik?.Masih
banyak hal lain yang bermanfaat yang bisa kita lakukan daripada
sekedar rebutan tapal batas desa.Mengutamakan pelaksanaan kewajiban kita sebagai
warga itu lebih baik daripada sekedar menuntut hak.Jika itu
kita lakukan tentu kehidupan dalam hidup bermasyarakat menjadi lebih
tentram.Kita semua adalah bersaudara.Aku berharap semoga kedepannya
hubungan kedua desa semakin membaik.Amin